BAB I
PENDAHULUAN
I.1 LATAR BELAKANG
Kedudukan
Manusia dalam Lingkungan Hidup dan Dinamika Populasi Interaksi sosial merupakan
hubungan sosial yang dinamis, yang meliputi hubungan antaramasing-masing
individu; antara kelompok maupun antara individu dengan kelompok.Melihat
interaksi manusia dapat dilihat dalam dua tingkat (kacamata), yaitu
tingkathayati dan tingkat sosial atau budaya.Interaksi sosial tidak akan
terjadi bila tidak memenuhi dua syarat, yaitu: (1) Adanya kontak sosial
(social-contact); (2) adanya komunikasi (communications). Dan menurut ahli-ahli
sosial bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja sama
(co-operation),persaingan (competition), pertentangan atau pertikaian
(conflict), dan dapat jugaberbentuk akomodasi (accommodation).Menurut kacamata
ahli ilmu alam, dasar proses interaksi manusia adalah kompetisi.Kompetisi itu
pada hakekatnya berlangsung dengan proses kerjasama yang spontan dan tidak
berencana, membentuk apa yang disebut koperasi yang kompetitif. Sebagai
akibattimbullah apa yang disebut relasi yang simbiotik.Relasi simbiotik itu
dalam bentuk mutualisme, komensalisme, amensalisme, kompetisi,parasitisme, dan
predasi.
Interaksi pada mahluk hayati terjadi secara
netral, untuk keseimbangan ekosistem itusendiri. Interaksi sosial pada manusia
tidak terjadi secara netral, ada norma-norma moralmanusia. Dalam interaksinya
dengan lingkungan cenderung antroposentrik, sehinggamembuka peluang manusia
untuk bersifat eksploitatif terhadap lingkungannya. Tetapidengan memadukan
sikap imanen dan transenden sebagai dasar moral dan tanggung jawab dalam
memanfaatkan alam sifat eksploitatif dapat lebih terkendali.Lingkungan Hidup
Buatan Untuk memahami perilaku atau tingkah laku manusia dapat ditelusuri
melalui persepsimanusia terhadap lingkungannya. Persepsi adalah stimulus atau
sesuatu yang dapatmemberikan rangsangan pada syaraf, yang ditangkap oleh panca
indera serta diberiinterpretasi (arti) oleh sistem syaraf. Dalam melihat
persepsi ini ada dua pendekatan yaitu pendekatan konvensional danpendekatan
ekologis dari Gibson.Usaha menjelaskan perilaku sebagai ungkapan persepsi dapat
dilihat dari interaksi antararangsangan (stimulus) terhadap reaksi (respons).
Beberapa aliran hubungan Stimulus – Response antara manusia dengan
lingkungannya, adalah: aliran determinisme;interaksionisme; dan transaksionisme.Adapun
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap lingkungannya,
adalah faktor obyek fisik dan faktor individu. Hasil interaksi individudengan
obyek fisik menghasilkan persepsi individu tentang obyek tersebut.Sedangkan
respon manusia terhadap lingkungannya bergantung pada bagaimana
individumempersepsikan lingkungannya. Respon ini dapat dilihat dari
gejala-gejala persepsimereka terhadap ruang sebagai lingkungan tempat
tinggalnya, yaitu meliputi personalspace, privacy, territoriality, crowding dan
density, peta mental, serta stress.
Manusia
merupakan salah satu makhluk ciptaan Tuhan YME yang paling unik. Manusia mempunyai
akal sehat yang yang berpotensi untuk mengetahui, memahami, mencermati,
bahkanatas izin-Nya mampu menguasai alam semesta.Di dalam lingkungan, manusia
mempunyai dua posisi, yaitu sebagai objek sekaligussebagai subjek. Manusia
sebagai objek lingkungan berarti manusia dikendalikan oleh lingkungan.Sedangkan
manusia sebagai subjek lingkungan berarti manusia memiliki kemampuan
untuk mengendalikan
lingkungan, memanipulasi dan mengeksploitasi lingkungan.Dalam perannya sebagai subjek lingkungan, manusia
diharapkan mampu melakukan pengelolaan
lingkungan. Apabila manusia mampu mengelola lingkungan dengan baik, maka upayapemanfaatan lingkungan yang
dilakukan oleh manusia tidak akan mengganggu keseimbanganlingkungan itu sendiri.Oleh karena itu, manusia
sebagai makhluk individu yang juga makhluk sosial, dan makhluk budaya harus mengembangkan apa yang disebut
dengan etika lingkungan
Etika lingkungan hidup, berhubungan
dengan perilaku manusia terhadap lingkungan hidupnya, tetapi bukan berarti
bahwa manusia adalah pusat dari alam semesta (antroposentris). Lingkungan hidup
adalah lingkungan di sekitar manusia, tempat dimana organisme dan anorganisme
berkembang dan berinteraksi, jadi lingkungan hidup adalah planet bumi ini. Ini
berarti manusia, organisme dan anorganisme adalah bagian integral dari dari
planet bumi ini. Hal ini perlu ditegaskan sebab seringkali manusia bersikap
seolah-olah mereka bukan merupakan bagian dari lingkungan hidup
I.2
TUJUAN
a.
Untuk
mengetahui bagaimana peran manusia sebagai mahluk sosial
b.
Untuk
mengetahui bagaimana peran manusia sebagai mahluk berbudaya
c.
Untuk
mengetahui bagaimana cara manusia untuk memelihara etika lingkungan?
BAB II
LANDASAN
TEORI
2.1 Manusia
Pengertian Manusia menurut
para ahli :
a.
NICOLAUS D. & A. SUDIARJA
Manusia
adalah bhineka, tetapi tunggal. Bhineka karena ia adalah jasmani dan rohani
akan tetapi tunggal karena jasmani dan rohani merupakan satu barang
b.
ABINENO J. I
Manusia
adalah "tubuh yang berjiwa" dan bukan "jiwa abadi yang berada
atau yang terbungkus dalam tubuh yang fana"
c.
UPANISADS
Manusia
adalah kombinasi dari unsur-unsur roh (atman), jiwa, pikiran, dan prana atau
badan
d.
SOKRATES
Manusia
adalah mahluk hidup berkaki dua yang tidak berbulu dengan kuku datar dan lebar
e.
KEES BERTENS
Manusia
adalah suatu mahluk yang terdiri dari 2 unsur yang kesatuannya tidak dinyatakan
f.
I WAYAN WATRA
Manusia
adalah mahluk yang dinamis dengan trias dinamikanya, yaitu cipta, rasa dan
karsa
g.
OMAR MOHAMMAD AL-TOUMY AL-SYAIBANY
Manusia
adalah mahluk yang paling mulia, manusia adalah mahluk yang berfikir, dan
manusia adalah mahluk yang memiliki 3 dimensi (badan, akal, dan ruh), manusia
dalam pertumbuhannya dipengaruhi faktor keturunan dan lingkungan
h.
ERBE SENTANU
Manusia
adalah mahluk sebaik-baiknya ciptaan-Nya. Bahkan bisa dibilang manusia adalah
ciptaan Tuhan yang paling sempurna dibandingkan dengan mahluk yang lain
i.
PAULA J. C & JANET W. K
manusia
adalah mahluk terbuka, bebas memilih makna dalam situasi, mengemban tanggung
jawab atas keputusan yang hidup secara kontinu serta turut menyusun pola
berhubungan dan unggul multidimensi dengan berbagai kemungkinan.
2.2 Sosial
dan Budaya
Sosial adalah segala sesuatu yang mengenai
masyarakat atau kemasyarakatan atau dapat juga berarti suka memperhatikan
kepentingan umum (kata sifat).
Budaya dari kata Sans atau Bodhya yang artinya
pikiran dan akal budi. Budaya ialah segala hal yang dibuat oleh manusia
berdasarkan pikiran dan akal budinya yang mengandung cinta, rasa dan karsa.
Dapat berupa kesenian, moral, pengetahuan, hukum, kepercayaan, adat istiadat,
& ilmu.
Sosial Budaya adalah segala hal yang dicipta oleh
manusia dengan pemikiran dan budi nuraninya dalam kehidupan bermasyarakat
Secara sederhana kebuadayaan
dapat diartikan sebagai hasil dari cipta, karsa, dan rasa. Sebenarnya
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu
buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal)
diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam
bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere,
yaitu mengolah atau mengerjakan.
Koentjaraningrat (2002)
mendefinisikan kebudayaan adalah seluruh kelakuan dan hasil kelakuan manusia
yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatkannya dengan belajar dan
semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Asalkan sesuatu yang dilakukan manusia
memerlukan belajar maka hal itu bisa dikategorikan sebagai budaya.
Taylor dalam bukunya Primitive
Culture, memberikan definisi kebudayaan sebagai keseluruhan yang kompleks yang
didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, dan kemampuan kesenian,
moral, hukum, adat-istiadat dan kemampuan lain serta kebiasaankebiasaan
yang didapat manusia sebagai anggota masyarakat.
Menurut Herskovits, Budaya sebagai
hasil karya manusia sebagai bagian dari lingkungannya (culture is the
human-made part of the environment). Artinya segala sesuatu yang merupakan
hasil dari perbuatan manusia, baik hasil itu abstrak maupun nyata, asalkan
merupakan proses untuk terlibat dalam lingkungannya, baik lingkungan fisik
maupun sosial, maka bisa disebut budaya.
2.3 Manusia
Sebagai Mahluk Sosial dan Budaya
2.3.1 Manusia sebagai makhluk budaya
Manusia sebagai makhluk budaya Manusia
sebagai makhluk budaya yang berkemampuan menciptakan kebaikan, kebenaran,
keadilan dan bertanggung jawab.Sebagai makhluk berbudaya, manusia mendayagunakan
akal budinya untuk menciptakan kebahagiaan, baik bagi dirinya maupun bagi
masyarakat demi kesempurnaan hidupnya
2.3.2 Manusia sebagai makhluk sosial
Manusia sejak lahir sampai mati selalu hidup
dalam masyarakat, tidak mungkin manusia di luar masyarakat. Itulah sebabnya
manusia dikatakan sebagai makhluk sosial.
Faktor-faktor yang mendorong manusia untuk hidup bermasyarakat
yaitu :
a.
Adanya dorongan seksual, yaitu dorongan
manusia untuk mengembangkan keturunan atau jenisnya.
b.
Adanya kenyataan bahwa manusia adalah serba
tidak bisa atau sebagai makhluk lemah.karena itu ia selalu mendesak atau
menarik kekutan bersama, yang terdapat dalam perserikatan dengan orang lain.
c.
Karena terjadinya habit pada tiap-tiap diri
manusia. Manusia bermasyarakat karena ia telah biasa mendapat bantuan yang
berfaedah yang diterimanya sejak kecil dari lingkungannya
d.
Adanya kesamaan keturunan, kesamaan
territorial, nasib, keyakinan/cita-cita, kebudayaan, dan lain-lain. Secara
alamiah manusia berinteraksi dengan lingkungannya, manusia sebagai pelaku dan
sekaligus dipengaruhi oleh lingkungan tersebut. Perlakuan manusia terhadap
lingkungannya sangat menentukan keramahan lingkungan terhadap kehidupannya
sendiri. Manusia dapat memanfaatkan lingkungan tetapi perlu memelihara lingkungan
agar tingkat kemanfaatannya bisa dipertahankan bahkan ditingkatkan. Bagaimana
manusia mensikapi dan mengelola lingkungannya pada akhirnya akan mewujudkan
pola-pola peradaban dan kebudayaan.
2.4 Lingkungan
2.4.1 Pengertian
Lingkungan
Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang
mencakup sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta
flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan dengan
kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana
menggunakan lingkungan fisik tersebut.
2.4.2 Klasifikasi Lingkungan
Bagi kehidupan manusia, lingkungan adalah segala sesuatu
yang ada sekitarnya, baik berupa benda hidup , benda mati, benda nyata ataupun
abstrak termasuk manusia lainnya serta suasana yang terbentuk karena terjadinya
interaksinya antara elemen-elemen di alam tersebut. Berikut merupakan
pengklasifikasian lingkungan berdasarkan kebutuhannya agar mempermudah
pemahamannya:
a.
Lingkungan yang hidup (biotik) dan Lingkungan tak hidup
(abiotik)
b.
Lingkungan alamiah dan Lingkungan buatan manusia
c.
Lingkungan prenatal dan Lingkungan postnatal
d.
Lingkungan biofisis dan Lingkungan psikososial
e.
Lingkungan air (hidrosfer), Lingkungan udara (atmosfir),
Lingkungan tanah (litosfir), Lingkungan biologis (biosfir), dan Lingkungan
social (sosiofir)
f.
Kobinasi dari klasifikasi-klasifikasi tersebut.
2.4.3 Modifikasi
Lingkungan
Manusia banyak menggantungkan hidupnya dengan lingkungan
atau alam sekitarnya. Selain sebagai tempat tinggal hal yang paling utama
adalah alam menyediakan bahan makanan bagi manusia. Manusia primitive sangat
bergantung pada jumlah makanan yang disediakan oleh alam. Karena itulah alasan
mengapa mereka hidup berpindah-pindah (nomaden), karena jumlah makanan yang
tersedia di tempat semula mereka tinggal semakin berkurang persediaannya.
Sedangkan manusia mengalami pertambahan jumlahnya, maka mereka pun mencari
lahan persediaan makanan yang baru. Siklus hidup tersebut lambat laun berubah
seiring berkembangnya tingkat kecerdasan manusia yang melahirkan pola pikir
baru yang merubah budaya hidup mereka. Manusia mulai memodifikasi alam dengan
cara bercocok tanam dan beternak, hal itu bertujuan untuk meningkatkan sumber
pangan yang ada untuk pemenuhan sekian jumlah penduduk yang terus melaju pesat
pertambahannya. Pertambahan penduduk pun menyebabkan pesatnya perkembangan
teknologi sehingga muncul era industrialisasi sebagai cara manusia mengatasi
keterbatasan sumber dan pengelolaan pangan.
2.4.4 Interaksi Manusia Dengan Lingkungan
Dalam setiap aktivitas hidupnya manusia tidak terlepas dari
alam/lingkungannya. Perlu disadari betul bahwa manusia memang tergantung pada
alam. Pemenuhan kebutuhan secara individu dimulai dari kebutuhan pangan, tempat
tinggal, serta pemanfaatan sumber daya yang disediakan oleh alam untuk
keperluan sekelompok manusia. Adapun ekologi manusia adalah ilmu yang
mempelajari interaksi antara setiap segi kehidupan manusia (fisiki, mental,
social) dengan lingkungan hidupnya (biofisis, psikososial) secara keseluruhan
dan bersifat sintetis. Perkembangan ilmu-ilmu tersebut dapat menjadikan titik
awal kesadaran manusia dalam erat kaitannya mempelajari alam lingkungannya yang
bahwa segala sesuatu yang “dikonsumsi” lambat laun akan “habis”. Mempelajari
interaksi manusia dengan lingkungan akan mengingatkan kembali bahwasanya Tuhan
menciptakan manusia sebagai kafilah di bumi untuk mengelola dan melestarikan
alam.
2.5 Etika
Lingkungan
2.5.1
Pengertian Etika Lingkungan
Etika merupakan suatu cara pandang
dan kontruksi nilai yang mendasari sikap dan perilaku manusia dalam
memperlakukan alam dan lingkungannya. Sony Keraf (2002), Etika merupakan sebuah
refleksi krisis tentang norma dan nilai atau prinsip moral yang dikenal umum
selama ini dengan kaitannya dengan lingkungan, cara pandang manusia dengan
manusia, hubungan antara manusia dengan alam, serta perilaku yang bersumber
dari cara pandang ini. Etika lingkungan diartikan sebagai refleksi kritis
tentang norma dan nilai atau prinsip moral yang selama ini dikenal dalam
komunitas manusia untuk diterpakan secara lebih luas dalam komunitas biotis
atau komunitas ekologis.
Kesimpulannya, etika lingkungan
adalah refleksi kritis tentang apa yang harus dilakukan manusia dalam
menghadapi pilihan-pilihan moral yang terkait dengan isu lingkungan hidup,
termasuk pilihan moral dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang memberi dampak
pada lingkungan.
Arne Naess (Sonny Keraf, 2002)
menegaskan, krisis lingkungan dewasa ini hanya dapat diatasi dengan melkukan
perubahan cara pandang dan perilaku manusia terhadap alam secara fundamental
dan radikal. Yang dibutuhkan manusia adalah sebuah pola/gaya hidup baru yuang
tidak hanya menyangkut orang per orang tetapi juga masyarakat secara
keseluruhan.
2.5.2 Teori Etika Lingkungan
a. Antroposentrisme
Teori antroposentrisme berpendapat bahwa manusia adalah
pusat dari alam semesta. Manusia memiliki hak, kepentingan dan nilai atas alam.
Sehingga manusia memiliki kebebasan penuh untuk memanfaatkan alam,
mengeksploitasinya untuk pemenuhan kebutuhan manusia. Karena manusia adalah
penguasa tunggal atas alam.
Teori ini diperkuat dengan paradigma ilmu Cartesian yang
bersifat mekanistik reduksionis, dimana adanya pemisahan yang tegas antara
manusia sebagai subjek dan alam sebagai objek ilmu pengetahuan yang menyebabkan
terjadinya pemisahan antara fakta dengan nilai. Adalah tidak relevan jika
menilai baik buruk ilmu pengatahuan dan teknologi beserta segala dampaknya dari
segi moral dan agama. Antroposentrisme melahirkan sikap dan perilaku
eksploitatif tanpa kepedulian sama sekali terhadap alam.
b.
Biosentrisme
Teori biosentrisme memandang setiap bentuk kehidupan dan
makhluk hidup memiliki nilai dan berharga bagi kehidupan dan makhluk hidup
memiliki nilai dan berharga bagi dirinya sendiri sehingga pantas dan perlu mendapat
penghargaan dan kepedulian moral atas nilai dan harga dirinya itu, terlepas
apakah ia bernilai tidak bagi manusia. Harus ada perluasan lingkup
diberlakukannya etika dan moralitas untuk mencakup seluruh kehidupan di alam
semesta. Etika seharusnya tidak lagi dipahami secara terbatas dan sempit yang
berlaku pada komunitas manusia, tetapi etika berlaku bagi seluruh komunitas
biotic, baik manusia maupun makhluk hidup lainnya.
c.
Ekosentrisme
Teori Ekosentrisme mengembangkan wilayah pandangan etika
pada seluruh komunitas ekologis, baik yang hidup maupun tidak. Secara ekologis,
sistem alam semesta dibentuk dan disusun oleh sistem hidup (biotic) dan
benda-benda abiotik yang saling berinteraksi satu sama lin. Masing-masing
saling membutuhkan dan memiliki fungsi yang saling mengisi dan melengkapi.
Kewajiban dan tanggung jawab moral tidak hanya dibatasi pada makhluk hidup,
melainkan juga berlaku bagi seluruh entenitas ekologis.
Implementasinya yaitu gerakan Deep Ecology (DE) yang
mengupayakan aksi-aksi konkret dari prinsip moral etika ekosentrisme secara
komprehenseif menyangkut seluruh kepentingan elemen ekologis, tidak sekedar
sesutau yang instrumental dan ekspansif seperti pada antroposentrisme.
2.5.3 Prinsip-Prinsip Etika
Lingkungan
Sebagai pegangan dan tuntunan bagi prilaku kita dalam berhadapan
dengan alam , terdapat beberapa prinsip etika lingkungan yaitu :
a.
Sikap Hormat terhadap Alam
Hormat terhadap alam merupakan suatu prinsip dasar bagi manusia
sebagai bagian dari alam semesta seluruhnya
b.
Prinsip Tanggung Jawab
Tanggung jawab ini bukan saja bersifat individu melainkan juga
kolektif yang menuntut manusia untuk mengambil prakarsa, usaha, kebijakan dan
tindakan bersama secara nyata untuk menjaga alam semesta dengan isinya.
c.
Prinsip Solidaritas
Yaitu prinsip yang membangkitkan rasa solider, perasaan
sepenanggungan dengan alam dan dengan makluk hidup lainnya sehigga mendorong
manusia untuk menyelamatkan lingkungan.
d.
Prinsip Kasih Sayang dan
Kepedulian
Prinsip satu arah , menuju yang lain tanpa mengaharapkan balasan,
tidak didasarkan kepada kepentingan pribadi tapi semata-mata untuk alam.
e.
Prinsip “No Harm”
Yaitu Tidak Merugikan atau merusak, karena manusia mempunyai
kewajiban moral dan tanggung jawab terhadap alam, paling tidak manusia tidak
akan mau merugikan alam secara tidak perlu
f.
Prinsip Hidup Sederhana dan
Selaras dengan Alam
Ini berarti , pola konsumsi dan produksi manusia modern harus
dibatasi. Prinsip ini muncul didasari karena selama ini alam hanya sebagai
obyek eksploitasi dan pemuas kepentingan hidup manusia.
g.
Prinsip Keadilan
Prinsip ini berbicara terhadap akses yang sama bagi semua kelompok
dan anggota masyarakat dalam ikut menentukan kebijakan pengelolaan sumber daya
alam dan pelestarian alam, dan dalam ikut menikmati manfaat sumber daya alam
secara lestari.
h.
Prinsip Demokrasi
Prinsip ini didsari terhadap berbagai jenis perbeaan keanekaragaman
sehingga prinsip ini terutama berkaitan dengan pengambilan kebijakan didalam
menentukan baik-buruknya, tusak-tidaknya, suatu sumber daya alam.
i.
Prinsip Integritas Moral
Prinsip ini menuntut pejabat publik agar mempunyai sikap dan prilaku
moral yang terhormat serta memegang teguh untuk mengamankan kepentingan publik
yang terkait dengan sumber daya alam.
2.5.4 Jenis-Jenis Etika Lingkungan
Etika Lingkungan disebut
juga Etika Ekologi. Etika Ekologi selanjutnya dibedakan dan menjadi dua yaitu etika ekologi dalam dan etika
ekologi dangkal. Selain itu etika lingkungan juga dibedakan lagi
sebagai etika pelestarian dan etika pemeliharaan. Etika pelestarian adalah
etika yang menekankan pada mengusahakan pelestarian alam untuk kepentingan
manusia, sedangkan etika pemeliharaan dimaksudkan untuk mendukung usaha
pemeliharaan lingkungan untuk kepentingan semua makhluk.
a. Etika Ekologi Dangkal
Etika
ekologi dangkal adalah pendekatan terhadap lingkungan yang menekankan bahwa
lingkungan sebagai sarana untuk kepentingan manusia, yang bersifat
antroposentris. Etika ekologi dangkal ini biasanya diterapkan pada filsafat
rasionalisme dan humanisme serta ilmu pengetahuan mekanistik yang kemudian
diikuti dan dianut oleh banyak ahli lingkungan. Kebanyakan para ahli lingkungan
ini memiliki pandangan bahwa alam bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia.
Secara
umum, Etika ekologi dangkal ini menekankan hal-hal
berikut ini :
1. Manusia
terpisah dari alam.
2. Mengutamakan
hak-hak manusia atas alam tetapi tidak menekankan tanggung jawab manusia.
3. Mengutamakan perasaan
manusia sebagai pusat keprihatinannya.
4. Kebijakan dan manajemen sunber
daya alam untuk kepentingan manusia.
5. Norma
utama adalah untung rugi.
6. Mengutamakan rencana
jangka pendek.
7. Pemecahan
krisis ekologis melalui pengaturan jumlah penduduk khususnya dinegara miskin.
8. Menerima
secara positif pertumbuhan ekonomi.
b.
Etika Ekologi Dalam
Etika ekologi dalam adalah pendekatan
terhadap lingkungan yang melihat pentingnya memahami lingkungan sebagai
keseluruhan kehidupan yang saling menopang, sehingga semua unsur mempunyai arti
dan makna yang sama. Etika Ekologi ini memiliki prinsip yaitu bahwa semua
bentuk kehidupan memiliki nilai bawaan dan karena itu memiliki hak untuk
menuntut penghargaan karena harga diri, hak untuk hidup dan hak untuk
berkembang. Premisnya adalah bahwa lingkungan moral harus melampaui spesies
manusia dengan memasukkan komunitas yang lebih luas. Komunitas yang lebih luas
disini maksudnya adalah komunitas yang menyertakan binatang dan tumbuhan serta
alam.
Secara umum etika ekologi dalam ini
menekankan hal-hal berikut :
1.
Manusia
adalah bagian dari alam.
2.
Menekankan
hak hidup mahluk lain, walaupun dapat dimanfaatkan oleh manusia, tidak boleh
diperlakukan sewenang-wenang.
3.
Prihatin
akan perasaan semua mahluk dan sedih kalau alam diperlakukan sewenang-wenang.
4.
Kebijakan
manajemen lingkungan bagi semua mahluk.
5.
Alam
harus dilestarikan dan tidak dikuasai.
6.
Pentingnya
melindungi keanekaragaman hayati.
7.
Menghargai
dan memelihara tata alam.
8.
Mengutamakan
tujuan jangka panjang sesuai ekosistem.
9.
Mengkritik
sistem ekonomi dan politik dan menyodorkan sistem alternatif yaitu sistem
mengambil sambil memelihara.
Demikian pembagian etika lingkungan, Keduanya
memiliki beberapa perbedaan-perbedaan seperti diatas. Tetapi bukan berarti
munculnya etika lingkungan ini memberi jawab langsung atas pertanyaan mengapa
terjadi kerusakan lingkungan. Namun paling tidak dengan adanya gambaran etika
lingkungan ini dapat sedikit menguraikan norma-norma mana yang dipakai oleh
manusia dalam melakukan pendekatan terhadap alam ini. Dengan demikian etika
lingkungan berusaha memberi sumbangan dengan beberapa norma yang ditawarkan
untuk mengungkap dan mencegah terjadinya kerusakan lingkungan
2.5.5 Dasar-Dasar
Etika dan Kesadaran Lingkungan
Miller (1982 489) mengidentifikasikan dasar-dasar/pendekatan
etika lingkungan , yaitu:
a.
Dasar Pendekatan Ekologis, pemahaman adanya keterkaitan yang
luas atas kehidupan dimana tindakan manusia pada masa lalu. Sekarang dan yang
akan dating, akan memberi dmapak yang tak dapat diperkirakan.
b.
Dasar Pendekatan Humanisme, menekankan pada pentingnya
tanggung jawab kita untuk hak dan kesejahteraan manusia lain atas sumber daya
alam.
c.
Dasar Pendekatan Teologis, bersumber pada agama yang
nilai-nilai luhur dan mila ajarannya menunjukan bagaimana alam sebenarnya
diciptakan dan bagaimana sebenarnya kedudukan dan fungsi manusia serta
interaksi yang selayaknyaterjalin antara alam dan manusia.
Miller
pun mengidentifikasikan Empat tingkat kesadaran lingkungan :
a.
Polusi, sebagai penanda mulai adanya krisis lingkungan
akibat pola hidup dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
b.
Populasi yang melimpah (overpopulation), peningkatnan jumlah
populasi manusia berdampak meningkatnya pola hidup dan jumlah konsumsi yang
bverujung pada bertambahnya krisis lingkungan.
c.
Krisis bumi, semakin kompleksnya krisis lingkungan di
masyarakat yang berubah menjadi krisis lingkungan secara global.
d.
Keberlanjutan bumi, krisi lingkungan tidak lagi merupakan
masalah lingkungan fisik, tetapi merambat ke masalah ekonomi, politik, social
budaya dan keamanan dunia. Manusia lantas mulai berfikir dan terbuka matanya
atas suatu kebutuhan berkelanjutan generasi (spesies) manusia yng memunculkan
tuntutan bagaimana menciptakan proses berkelanjutan bumi (Miller, 1982:
485-488).
2.5.5 Pendidikan Etika Lingkungan dan
Harapan
Pendidikan etika lingkungan merupakan suatu upaya untuk
merubah cara pandang, pemahaman dan perilaku manusia terhadap alam sehingga
mereka dapat berfikir, merasakan memilih dan mengambil keputusan serta
bertindak penuh pertimbangan dan tanggung jawab dalam memanfaatkan, mengelola
atau menyelesaikan masalah lingkungan hidupnya kelak. Pendidikan etika
lingkungan yang dilandasi semngat deep ecology dapat memberdayakan
seluruh potensi yang ada pada diri subjek didik, baik potensi kognitif,
afektif, psikomotor, intra dan interpersonal bahkan spiritual. Penanaman sejak
dini tentang kepedulian lingkungan yang dimulai dari kehidupan di lingkungan
keluarga, sekolah dan masyarakat untuk menanamkan dan menumbuhkan kesadaran
lingkungan dari mulai hal-hal yang sederhana yang secara konkret dihadapi anak.
Pendidikan etika lingkungan yang kuat dan terpadu diharapkan
dapat membentuk generasi muda yang memiliki kepekaan, kepedulian dan komitmen
yang tinggi terhadap lingkungan dan pemecahan-pemecahan masalah lingkungan. Hal
ini berkontribusi pada upaya membangun dan mengembangkan masyarakatdan tatanan
sosial yang memiliki kepekaan ekologis dan mampu menciptakan dan mewujudkan
keberlanjutan bumi yang, sehat, sejahtera dan berdaya guna sepanjang waktu.
Pelaksaanaan pendidikan etika lingkungan tentu harus
didukung penuh oleh suatu pemerintahan di suatu Negara. Tentang bagaimana
system yang ada tidak menjadi pemicu hambatan-hambatan dalam pelaksanaan
pendidikan etika lingkungan. Kaitan dengan pengaruh di bidang ekonomi, social,
politik diharapkan tidak mempersulit proses penerapan ilmu peserta didik yang
merupakan output generasi yang peduli lingkungan. Dukungan perlu ditegaskan
oleh lembaga terkait dalam ‘penyembuhan’ alam sehingga tidak terjadinya egoisme
dari pihak-pihak tertentu yang hanya mengambil keuntungan dari alam.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam kehidupan ini manusia sepatutnya menjaga lingkungan agar tetaplestari
guna tetap memilki kehidupan dan lingkungan dalam suasana yang baik dan menyenangkan. Oleh karena itu dibuat prinsip
etika-etika yang harus diperbuat manusia dalam memperlakukan makhluk
hidup. Prinsip-prinsip itu antara lain : bersikap hormat terhadap alam, prinsip
tanggung jawab, prinsip solidaritas, prinsip kasih sayang dan kepedulian
terhadap alam, prinsip no harm, serta
prinsip hidup sederhana dan selaras dengan alam.
Disamping itu, dalam menjalani kehidupannya, manusia tidak pernah lepas dari
hal-hal yang berhubungan dengan tempat dimana ia tinggal dalam kehidupan
sehari-hari. Bagi manusia, kebutuhan akan tempat tinggal merupakan kebutuhan
dasar disamping kebutuhan pangan dan sandang. Oleh karena itu
dibutuhkan pengembangan dalam permukiman. Dalam proses pengembangan
permukiman tersebut dibutuhkan adanya pembangunan yang berwawasan lingkungan
disamping menjadikan prinsip-prinsip dalam etika lingkungan hidup sebagai pedoman.
3.2 Saran
Guna menjamin kelangsungan hidup kita
dan generasi mendatang diharapkan agar tetap memiliki kehidupan dan lingkungan
dalam suasana yang baik dan menyenangkan, banyak hal yang dilakukan untuk
menjamin kelangsungan hidup alam semesta, setidaknya kita harus merubah sikap
dalam memandang dan memperlakukan alam sebagai hal bukan sebagai
sumber kekayaan yang siap dieksploitasi, kapan dan dimana saja.
Selain itu, dalam pembangunan pengembangan permukiman sepatutnya tetap
memperhatikan etika-etika lingkungan hidup serta penerapan pembangunanyang
berwawasan lingkungan, agar keseimbangan alam tetap terjaga
seiring perkembangan teknologi, pertambahan penduduk, dan pertambahan
jumlah pemenuhan kebutuhan
DAFTAR PUSTAKA
Herimanto, Winarto, 2010. Ilmu Sosial & Budaya Dasar, Jakarta: Bumi Aksara.
Soeriaatmadja, R.E. 2003. Ilmu Lingkungan, Bandung: ITB.
Tusino.
2012. Makalah Etika lingkungan dan Pemukiman. (online) http://angsanatirta.blogspot.com/2012/06/makalah-etika-lingkungan-hidup.html. diakses tanggal 27 maret 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar