Jumat, 29 Maret 2013

MANUSIA SEBAGAI MAHLUK SOSIAL BUDAYA YANG MEMPERHATIKAN ETIKA LINGKUNGAN




 
  

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG
Kedudukan Manusia dalam Lingkungan Hidup dan Dinamika Populasi Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, yang meliputi hubungan antaramasing-masing individu; antara kelompok maupun antara individu dengan kelompok.Melihat interaksi manusia dapat dilihat dalam dua tingkat (kacamata), yaitu tingkathayati dan tingkat sosial atau budaya.Interaksi sosial tidak akan terjadi bila tidak memenuhi dua syarat, yaitu: (1) Adanya kontak sosial (social-contact); (2) adanya komunikasi (communications). Dan menurut ahli-ahli sosial bentuk-bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja sama (co-operation),persaingan (competition), pertentangan atau pertikaian (conflict), dan dapat jugaberbentuk akomodasi (accommodation).Menurut kacamata ahli ilmu alam, dasar proses interaksi manusia adalah kompetisi.Kompetisi itu pada hakekatnya berlangsung dengan proses kerjasama yang spontan dan tidak berencana, membentuk apa yang disebut koperasi yang kompetitif. Sebagai akibattimbullah apa yang disebut relasi yang simbiotik.Relasi simbiotik itu dalam bentuk mutualisme, komensalisme, amensalisme, kompetisi,parasitisme, dan predasi.
  Interaksi pada mahluk hayati terjadi secara netral, untuk keseimbangan ekosistem itusendiri. Interaksi sosial pada manusia tidak terjadi secara netral, ada norma-norma moralmanusia. Dalam interaksinya dengan lingkungan cenderung antroposentrik, sehinggamembuka peluang manusia untuk bersifat eksploitatif terhadap lingkungannya. Tetapidengan memadukan sikap imanen dan transenden sebagai dasar moral dan tanggung jawab dalam memanfaatkan alam sifat eksploitatif dapat lebih terkendali.Lingkungan Hidup Buatan Untuk memahami perilaku atau tingkah laku manusia dapat ditelusuri melalui persepsimanusia terhadap lingkungannya. Persepsi adalah stimulus atau sesuatu yang dapatmemberikan rangsangan pada syaraf, yang ditangkap oleh panca indera serta diberiinterpretasi (arti) oleh sistem syaraf. Dalam melihat persepsi ini ada dua pendekatan yaitu pendekatan konvensional danpendekatan ekologis dari Gibson.Usaha menjelaskan perilaku sebagai ungkapan persepsi dapat dilihat dari interaksi antararangsangan (stimulus) terhadap reaksi (respons). Beberapa aliran hubungan Stimulus – Response antara manusia dengan lingkungannya, adalah: aliran determinisme;interaksionisme; dan transaksionisme.Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap lingkungannya, adalah faktor obyek fisik dan faktor individu. Hasil interaksi individudengan obyek fisik menghasilkan persepsi individu tentang obyek tersebut.Sedangkan respon manusia terhadap lingkungannya bergantung pada bagaimana individumempersepsikan lingkungannya. Respon ini dapat dilihat dari gejala-gejala persepsimereka terhadap ruang sebagai lingkungan tempat tinggalnya, yaitu meliputi personalspace, privacy, territoriality, crowding dan density, peta mental, serta stress.
Manusia merupakan salah satu makhluk ciptaan Tuhan YME yang paling unik. Manusia mempunyai akal sehat yang yang berpotensi untuk mengetahui, memahami, mencermati, bahkanatas izin-Nya mampu menguasai alam semesta.Di dalam lingkungan, manusia mempunyai dua posisi, yaitu sebagai objek sekaligussebagai subjek. Manusia sebagai objek lingkungan berarti manusia dikendalikan oleh lingkungan.Sedangkan manusia sebagai subjek lingkungan berarti manusia memiliki kemampuan untuk mengendalikan lingkungan, memanipulasi dan mengeksploitasi lingkungan.Dalam perannya sebagai subjek lingkungan, manusia diharapkan mampu melakukan pengelolaan lingkungan. Apabila manusia mampu mengelola lingkungan dengan baik, maka upayapemanfaatan lingkungan yang dilakukan oleh manusia tidak akan mengganggu keseimbanganlingkungan itu sendiri.Oleh karena itu, manusia sebagai makhluk individu yang juga makhluk sosial, dan makhluk budaya harus mengembangkan apa yang disebut dengan etika lingkungan
Etika lingkungan hidup, berhubungan dengan perilaku manusia terhadap lingkungan hidupnya, tetapi bukan berarti bahwa manusia adalah pusat dari alam semesta (antroposentris). Lingkungan hidup adalah lingkungan di sekitar manusia, tempat dimana organisme dan anorganisme berkembang dan berinteraksi, jadi lingkungan hidup adalah planet bumi ini. Ini berarti manusia, organisme dan anorganisme adalah bagian integral dari dari planet bumi ini. Hal ini perlu ditegaskan sebab seringkali manusia bersikap seolah-olah mereka bukan merupakan bagian dari lingkungan hidup


I.2 TUJUAN
a.    Untuk mengetahui bagaimana peran manusia sebagai mahluk sosial
b.   Untuk mengetahui bagaimana peran manusia sebagai mahluk berbudaya
c.    Untuk mengetahui bagaimana cara manusia untuk memelihara etika lingkungan?



BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Manusia
Pengertian Manusia menurut para ahli :
a.      NICOLAUS D. & A. SUDIARJA
Manusia adalah bhineka, tetapi tunggal. Bhineka karena ia adalah jasmani dan rohani akan tetapi tunggal karena jasmani dan rohani merupakan satu barang
b.       ABINENO J. I
Manusia adalah "tubuh yang berjiwa" dan bukan "jiwa abadi yang berada atau yang terbungkus dalam tubuh yang fana"
c.       UPANISADS
Manusia adalah kombinasi dari unsur-unsur roh (atman), jiwa, pikiran, dan prana atau badan
d.      SOKRATES
Manusia adalah mahluk hidup berkaki dua yang tidak berbulu dengan kuku datar dan lebar
e.      KEES BERTENS
Manusia adalah suatu mahluk yang terdiri dari 2 unsur yang kesatuannya tidak dinyatakan
f.         I WAYAN WATRA
Manusia adalah mahluk yang dinamis dengan trias dinamikanya, yaitu cipta, rasa dan karsa
g.      OMAR MOHAMMAD AL-TOUMY AL-SYAIBANY
Manusia adalah mahluk yang paling mulia, manusia adalah mahluk yang berfikir, dan manusia adalah mahluk yang memiliki 3 dimensi (badan, akal, dan ruh), manusia dalam pertumbuhannya dipengaruhi faktor keturunan dan lingkungan

h.      ERBE SENTANU
Manusia adalah mahluk sebaik-baiknya ciptaan-Nya. Bahkan bisa dibilang manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna dibandingkan dengan mahluk yang lain
i.        PAULA J. C & JANET W. K
manusia adalah mahluk terbuka, bebas memilih makna dalam situasi, mengemban tanggung jawab atas keputusan yang hidup secara kontinu serta turut menyusun pola berhubungan dan unggul multidimensi dengan berbagai kemungkinan.

2.2 Sosial dan Budaya
Sosial adalah segala sesuatu yang mengenai masyarakat atau kemasyarakatan atau dapat juga berarti suka memperhatikan kepentingan umum (kata sifat).
Budaya dari kata Sans atau Bodhya yang artinya pikiran dan akal budi. Budaya ialah segala hal yang dibuat oleh manusia berdasarkan pikiran dan akal budinya yang mengandung cinta, rasa dan karsa. Dapat berupa kesenian, moral, pengetahuan, hukum, kepercayaan, adat istiadat, & ilmu.
Sosial Budaya adalah segala hal yang dicipta oleh manusia dengan pemikiran dan budi nuraninya dalam kehidupan bermasyarakat
Secara  sederhana kebuadayaan dapat diartikan sebagai hasil dari cipta, karsa, dan rasa. Sebenarnya  Budaya atau  kebudayaan berasal dari  bahasa Sansekerta yaitu  buddhayah, yang  merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan.
Koentjaraningrat (2002) mendefinisikan kebudayaan adalah seluruh kelakuan dan hasil kelakuan manusia yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatkannya dengan belajar dan semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat. Asalkan sesuatu yang dilakukan manusia memerlukan belajar maka hal itu bisa dikategorikan sebagai budaya.
Taylor dalam bukunya Primitive Culture, memberikan definisi kebudayaan sebagai keseluruhan yang kompleks yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, dan kemampuan kesenian, moral, hukum,  adat-istiadat dan kemampuan lain serta kebiasaankebiasaan yang didapat manusia sebagai anggota masyarakat.
Menurut Herskovits, Budaya sebagai hasil karya manusia sebagai bagian dari lingkungannya (culture is the human-made part of the environment). Artinya segala sesuatu yang merupakan hasil dari perbuatan manusia, baik hasil itu abstrak maupun nyata, asalkan merupakan proses untuk terlibat dalam lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun sosial, maka bisa disebut budaya.

2.3    Manusia Sebagai Mahluk Sosial dan Budaya
2.3.1 Manusia sebagai makhluk budaya
Manusia sebagai makhluk budaya Manusia sebagai makhluk budaya yang berkemampuan menciptakan kebaikan, kebenaran, keadilan dan bertanggung jawab.Sebagai makhluk berbudaya, manusia mendayagunakan akal budinya untuk menciptakan kebahagiaan, baik bagi dirinya maupun bagi masyarakat demi kesempurnaan hidupnya

2.3.2 Manusia sebagai makhluk sosial
Manusia sejak lahir sampai mati selalu hidup dalam masyarakat, tidak mungkin manusia di luar masyarakat. Itulah sebabnya manusia dikatakan sebagai makhluk sosial.
Faktor-faktor yang mendorong manusia untuk hidup bermasyarakat yaitu :
a.       Adanya dorongan seksual, yaitu dorongan manusia untuk mengembangkan keturunan atau jenisnya.
b.      Adanya kenyataan bahwa manusia adalah serba tidak bisa atau sebagai makhluk lemah.karena itu ia selalu mendesak atau menarik kekutan bersama, yang terdapat dalam perserikatan dengan orang lain.
c.       Karena terjadinya habit pada tiap-tiap diri manusia. Manusia bermasyarakat karena ia telah biasa mendapat bantuan yang berfaedah yang diterimanya sejak kecil dari lingkungannya
d.      Adanya kesamaan keturunan, kesamaan territorial, nasib, keyakinan/cita-cita, kebudayaan, dan lain-lain. Secara alamiah manusia berinteraksi dengan lingkungannya, manusia sebagai pelaku dan sekaligus dipengaruhi oleh lingkungan tersebut. Perlakuan manusia terhadap lingkungannya sangat menentukan keramahan lingkungan terhadap kehidupannya sendiri. Manusia dapat memanfaatkan lingkungan tetapi perlu memelihara lingkungan agar tingkat kemanfaatannya bisa dipertahankan bahkan ditingkatkan. Bagaimana manusia mensikapi dan mengelola lingkungannya pada akhirnya akan mewujudkan pola-pola peradaban dan kebudayaan.

2.4    Lingkungan
2.4.1 Pengertian Lingkungan
Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut.

         2.4.2 Klasifikasi Lingkungan
Bagi kehidupan manusia, lingkungan adalah segala sesuatu yang ada sekitarnya, baik berupa benda hidup , benda mati, benda nyata ataupun abstrak termasuk manusia lainnya serta suasana yang terbentuk karena terjadinya interaksinya antara elemen-elemen di alam tersebut. Berikut merupakan pengklasifikasian lingkungan berdasarkan kebutuhannya agar mempermudah pemahamannya:
a.       Lingkungan yang hidup (biotik) dan Lingkungan tak hidup (abiotik)
b.      Lingkungan alamiah dan Lingkungan buatan manusia
c.       Lingkungan prenatal dan Lingkungan postnatal
d.      Lingkungan biofisis dan Lingkungan psikososial
e.       Lingkungan air (hidrosfer), Lingkungan udara (atmosfir), Lingkungan tanah (litosfir), Lingkungan biologis (biosfir), dan Lingkungan social (sosiofir)
f.       Kobinasi dari klasifikasi-klasifikasi tersebut.

         2.4.3 Modifikasi Lingkungan
Manusia banyak menggantungkan hidupnya dengan lingkungan atau alam sekitarnya. Selain sebagai tempat tinggal hal yang paling utama adalah alam menyediakan bahan makanan bagi manusia. Manusia primitive sangat bergantung pada jumlah makanan yang disediakan oleh alam. Karena itulah alasan mengapa mereka hidup berpindah-pindah (nomaden), karena jumlah makanan yang tersedia di tempat semula mereka tinggal semakin berkurang persediaannya. Sedangkan manusia mengalami pertambahan jumlahnya, maka mereka pun mencari lahan persediaan makanan yang baru. Siklus hidup tersebut lambat laun berubah seiring berkembangnya tingkat kecerdasan manusia yang melahirkan pola pikir baru yang merubah budaya hidup mereka. Manusia mulai memodifikasi alam dengan cara bercocok tanam dan beternak, hal itu bertujuan untuk meningkatkan sumber pangan yang ada untuk pemenuhan sekian jumlah penduduk yang terus melaju pesat pertambahannya. Pertambahan penduduk pun menyebabkan pesatnya perkembangan teknologi sehingga muncul era industrialisasi sebagai cara manusia mengatasi keterbatasan sumber dan pengelolaan pangan.

2.4.4 Interaksi Manusia Dengan Lingkungan
Dalam setiap aktivitas hidupnya manusia tidak terlepas dari alam/lingkungannya. Perlu disadari betul bahwa manusia memang tergantung pada alam. Pemenuhan kebutuhan secara individu dimulai dari kebutuhan pangan, tempat tinggal, serta pemanfaatan sumber daya yang disediakan oleh alam untuk keperluan sekelompok manusia. Adapun ekologi manusia adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara setiap segi kehidupan manusia (fisiki, mental, social) dengan lingkungan hidupnya (biofisis, psikososial) secara keseluruhan dan bersifat sintetis. Perkembangan ilmu-ilmu tersebut dapat menjadikan titik awal kesadaran manusia dalam erat kaitannya mempelajari alam lingkungannya yang bahwa segala sesuatu yang “dikonsumsi” lambat laun akan “habis”. Mempelajari interaksi manusia dengan lingkungan akan mengingatkan kembali bahwasanya Tuhan menciptakan manusia sebagai kafilah di bumi untuk mengelola dan melestarikan alam.

2.5    Etika Lingkungan
         2.5.1 Pengertian Etika Lingkungan
Etika merupakan suatu cara pandang dan kontruksi nilai yang mendasari sikap dan perilaku manusia dalam memperlakukan alam dan lingkungannya. Sony Keraf (2002), Etika merupakan sebuah refleksi krisis tentang norma dan nilai atau prinsip moral yang dikenal umum selama ini dengan kaitannya dengan lingkungan, cara pandang manusia dengan manusia, hubungan antara manusia dengan alam, serta perilaku yang bersumber dari cara pandang ini. Etika lingkungan diartikan sebagai refleksi kritis tentang norma dan nilai atau prinsip moral yang selama ini dikenal dalam komunitas manusia untuk diterpakan secara lebih luas dalam komunitas biotis atau komunitas ekologis.
Kesimpulannya, etika lingkungan adalah refleksi kritis tentang apa yang harus dilakukan manusia dalam menghadapi pilihan-pilihan moral yang terkait dengan isu lingkungan hidup, termasuk pilihan moral dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang memberi dampak pada lingkungan.
Arne Naess (Sonny Keraf, 2002) menegaskan, krisis lingkungan dewasa ini hanya dapat diatasi dengan melkukan perubahan cara pandang dan perilaku manusia terhadap alam secara fundamental dan radikal. Yang dibutuhkan manusia adalah sebuah pola/gaya hidup baru yuang tidak hanya menyangkut orang per orang tetapi juga masyarakat secara keseluruhan.

         2.5.2 Teori Etika Lingkungan
         a. Antroposentrisme
Teori antroposentrisme berpendapat bahwa manusia adalah pusat dari alam semesta. Manusia memiliki hak, kepentingan dan nilai atas alam. Sehingga manusia memiliki kebebasan penuh untuk memanfaatkan alam, mengeksploitasinya untuk pemenuhan kebutuhan manusia. Karena manusia adalah penguasa tunggal atas alam.
Teori ini diperkuat dengan paradigma ilmu Cartesian yang bersifat mekanistik reduksionis, dimana adanya pemisahan yang tegas antara manusia sebagai subjek dan alam sebagai objek ilmu pengetahuan yang menyebabkan terjadinya pemisahan antara fakta dengan nilai. Adalah tidak relevan jika menilai baik buruk ilmu pengatahuan dan teknologi beserta segala dampaknya dari segi moral dan agama. Antroposentrisme melahirkan sikap dan perilaku eksploitatif tanpa kepedulian sama sekali terhadap alam.

b.  Biosentrisme
Teori biosentrisme memandang setiap bentuk kehidupan dan makhluk hidup memiliki nilai dan berharga bagi kehidupan dan makhluk hidup memiliki nilai dan berharga bagi dirinya sendiri sehingga pantas dan perlu mendapat penghargaan dan kepedulian moral atas nilai dan harga dirinya itu, terlepas apakah ia bernilai tidak bagi manusia. Harus ada perluasan lingkup diberlakukannya etika dan moralitas untuk mencakup seluruh kehidupan di alam semesta. Etika seharusnya tidak lagi dipahami secara terbatas dan sempit yang berlaku pada komunitas manusia, tetapi etika berlaku bagi seluruh komunitas biotic, baik manusia maupun makhluk hidup lainnya.


c.    Ekosentrisme
Teori Ekosentrisme mengembangkan wilayah pandangan etika pada seluruh komunitas ekologis, baik yang hidup maupun tidak. Secara ekologis, sistem alam semesta dibentuk dan disusun oleh sistem hidup (biotic) dan benda-benda abiotik yang saling berinteraksi satu sama lin. Masing-masing saling membutuhkan dan memiliki fungsi yang saling mengisi dan melengkapi. Kewajiban dan tanggung jawab moral tidak hanya dibatasi pada makhluk hidup, melainkan juga berlaku bagi seluruh entenitas ekologis.
Implementasinya yaitu gerakan Deep Ecology (DE) yang mengupayakan aksi-aksi konkret dari prinsip moral etika ekosentrisme secara komprehenseif menyangkut seluruh kepentingan elemen ekologis, tidak sekedar sesutau yang instrumental dan ekspansif seperti pada antroposentrisme.

2.5.3 Prinsip-Prinsip Etika Lingkungan
Sebagai pegangan dan tuntunan bagi prilaku kita dalam berhadapan dengan alam , terdapat beberapa prinsip etika lingkungan yaitu :
a.       Sikap Hormat terhadap Alam
Hormat terhadap alam merupakan suatu prinsip dasar bagi manusia sebagai bagian dari alam semesta seluruhnya
b.      Prinsip Tanggung Jawab
Tanggung jawab ini bukan saja bersifat individu melainkan juga kolektif yang menuntut manusia untuk mengambil prakarsa, usaha, kebijakan dan tindakan bersama secara nyata untuk menjaga alam semesta dengan isinya.
c.       Prinsip Solidaritas
Yaitu prinsip yang membangkitkan rasa solider, perasaan sepenanggungan dengan alam dan dengan makluk hidup lainnya sehigga mendorong manusia untuk menyelamatkan lingkungan.
d.      Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulian
Prinsip satu arah , menuju yang lain tanpa mengaharapkan balasan, tidak didasarkan kepada kepentingan pribadi tapi semata-mata untuk alam.
e.       Prinsip “No Harm”
Yaitu Tidak Merugikan atau merusak, karena manusia mempunyai kewajiban moral dan tanggung jawab terhadap alam, paling tidak manusia tidak akan mau merugikan alam secara tidak perlu
f.       Prinsip Hidup Sederhana dan Selaras dengan Alam
Ini berarti , pola konsumsi dan produksi manusia modern harus dibatasi. Prinsip ini muncul didasari karena selama ini alam hanya sebagai obyek eksploitasi dan pemuas kepentingan hidup manusia.
g.      Prinsip Keadilan
Prinsip ini berbicara terhadap akses yang sama bagi semua kelompok dan anggota masyarakat dalam ikut menentukan kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian alam, dan dalam ikut menikmati manfaat sumber daya alam secara lestari.
h.      Prinsip Demokrasi
Prinsip ini didsari terhadap berbagai jenis perbeaan keanekaragaman sehingga prinsip ini terutama berkaitan dengan pengambilan kebijakan didalam menentukan baik-buruknya, tusak-tidaknya, suatu sumber daya alam.
i.        Prinsip Integritas Moral
Prinsip ini menuntut pejabat publik agar mempunyai sikap dan prilaku moral yang terhormat serta memegang teguh untuk mengamankan kepentingan publik yang terkait dengan sumber daya alam.

2.5.4 Jenis-Jenis Etika Lingkungan
Etika Lingkungan disebut juga Etika Ekologi. Etika Ekologi selanjutnya dibedakan dan menjadi dua  yaitu etika ekologi dalam dan etika ekologi dangkal. Selain itu etika lingkungan juga dibedakan lagi sebagai etika pelestarian dan etika pemeliharaan. Etika pelestarian adalah etika yang menekankan pada mengusahakan pelestarian alam untuk kepentingan manusia, sedangkan etika pemeliharaan dimaksudkan untuk mendukung usaha pemeliharaan lingkungan untuk kepentingan semua makhluk.

a.      Etika Ekologi Dangkal
Etika ekologi dangkal adalah pendekatan terhadap lingkungan yang menekankan bahwa lingkungan sebagai sarana untuk kepentingan manusia, yang bersifat antroposentris. Etika ekologi dangkal ini biasanya diterapkan pada filsafat rasionalisme dan humanisme serta ilmu pengetahuan mekanistik yang kemudian diikuti dan dianut oleh banyak ahli lingkungan. Kebanyakan para ahli lingkungan ini memiliki pandangan bahwa alam bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.
 Secara umum, Etika ekologi dangkal ini menekankan hal-hal berikut ini :
1.     Manusia terpisah dari alam.
2.   Mengutamakan hak-hak manusia atas alam tetapi tidak menekankan tanggung jawab manusia.
3.    Mengutamakan perasaan manusia sebagai pusat keprihatinannya.
4.     Kebijakan dan manajemen sunber daya alam untuk kepentingan manusia.
5.     Norma utama adalah untung rugi.
6.      Mengutamakan rencana jangka pendek.
7.   Pemecahan krisis ekologis melalui pengaturan jumlah penduduk khususnya    dinegara miskin.
8.   Menerima secara positif pertumbuhan ekonomi.
b. Etika Ekologi Dalam
Etika ekologi dalam adalah pendekatan terhadap lingkungan yang melihat pentingnya memahami lingkungan sebagai keseluruhan kehidupan yang saling menopang, sehingga semua unsur mempunyai arti dan makna yang sama. Etika Ekologi ini memiliki prinsip yaitu bahwa semua bentuk kehidupan memiliki nilai bawaan dan karena itu memiliki hak untuk menuntut penghargaan karena harga diri, hak untuk hidup dan hak untuk berkembang. Premisnya adalah bahwa lingkungan moral harus melampaui spesies manusia dengan memasukkan komunitas yang lebih luas. Komunitas yang lebih luas disini maksudnya adalah komunitas yang menyertakan binatang dan tumbuhan serta alam.
Secara umum etika ekologi dalam ini menekankan hal-hal berikut :
1.      Manusia adalah bagian dari alam.
2.      Menekankan hak hidup mahluk lain, walaupun dapat dimanfaatkan oleh manusia, tidak boleh diperlakukan sewenang-wenang.
3.      Prihatin akan perasaan semua mahluk dan sedih kalau alam diperlakukan sewenang-wenang.
4.      Kebijakan manajemen lingkungan bagi semua mahluk.
5.      Alam harus dilestarikan dan tidak dikuasai.
6.      Pentingnya melindungi keanekaragaman hayati.
7.      Menghargai dan memelihara tata alam.
8.      Mengutamakan tujuan jangka panjang sesuai ekosistem.
9.      Mengkritik sistem ekonomi dan politik dan menyodorkan sistem alternatif yaitu sistem mengambil sambil memelihara. 
Demikian pembagian etika lingkungan, Keduanya memiliki beberapa perbedaan-perbedaan seperti diatas. Tetapi bukan berarti munculnya etika lingkungan ini memberi jawab langsung atas pertanyaan mengapa terjadi kerusakan lingkungan. Namun paling tidak dengan adanya gambaran etika lingkungan ini dapat sedikit menguraikan norma-norma mana yang dipakai oleh manusia dalam melakukan pendekatan terhadap alam ini. Dengan demikian etika lingkungan berusaha memberi sumbangan dengan beberapa norma yang ditawarkan untuk mengungkap dan mencegah terjadinya kerusakan lingkungan

2.5.5 Dasar-Dasar Etika dan Kesadaran Lingkungan
Miller (1982 489) mengidentifikasikan dasar-dasar/pendekatan etika lingkungan , yaitu:
a.    Dasar Pendekatan Ekologis, pemahaman adanya keterkaitan yang luas atas kehidupan dimana tindakan manusia pada masa lalu. Sekarang dan yang akan dating, akan memberi dmapak yang tak dapat diperkirakan.
b.   Dasar Pendekatan Humanisme, menekankan pada pentingnya tanggung jawab kita untuk hak dan kesejahteraan manusia lain atas sumber daya alam.
c.    Dasar Pendekatan Teologis, bersumber pada agama yang nilai-nilai luhur dan mila ajarannya menunjukan bagaimana alam sebenarnya diciptakan dan bagaimana sebenarnya kedudukan dan fungsi manusia serta interaksi yang selayaknyaterjalin antara alam dan manusia.
Miller pun mengidentifikasikan Empat tingkat kesadaran lingkungan :
a.    Polusi, sebagai penanda mulai adanya krisis lingkungan akibat pola hidup dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
b.   Populasi yang melimpah (overpopulation), peningkatnan jumlah populasi manusia berdampak meningkatnya pola hidup dan jumlah konsumsi yang bverujung pada bertambahnya krisis lingkungan.
c.    Krisis bumi, semakin kompleksnya krisis lingkungan di masyarakat yang berubah menjadi krisis lingkungan secara global.
d.   Keberlanjutan bumi, krisi lingkungan tidak lagi merupakan masalah lingkungan fisik, tetapi merambat ke masalah ekonomi, politik, social budaya dan keamanan dunia. Manusia lantas mulai berfikir dan terbuka matanya atas suatu kebutuhan berkelanjutan generasi (spesies) manusia yng memunculkan tuntutan bagaimana menciptakan proses berkelanjutan bumi (Miller, 1982: 485-488).

      2.5.5 Pendidikan Etika Lingkungan dan Harapan
Pendidikan etika lingkungan merupakan suatu upaya untuk merubah cara pandang, pemahaman dan perilaku manusia terhadap alam sehingga mereka dapat berfikir, merasakan memilih dan mengambil keputusan serta bertindak penuh pertimbangan dan tanggung jawab dalam memanfaatkan, mengelola atau menyelesaikan masalah lingkungan hidupnya kelak. Pendidikan etika lingkungan yang dilandasi semngat deep ecology dapat memberdayakan seluruh potensi yang ada pada diri subjek didik, baik potensi kognitif, afektif, psikomotor, intra dan interpersonal bahkan spiritual. Penanaman sejak dini tentang kepedulian lingkungan yang dimulai dari kehidupan di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat untuk menanamkan dan menumbuhkan kesadaran lingkungan dari mulai hal-hal yang sederhana yang secara konkret dihadapi anak.
Pendidikan etika lingkungan yang kuat dan terpadu diharapkan dapat membentuk generasi muda yang memiliki kepekaan, kepedulian dan komitmen yang tinggi terhadap lingkungan dan pemecahan-pemecahan masalah lingkungan. Hal ini berkontribusi pada upaya membangun dan mengembangkan masyarakatdan tatanan sosial yang memiliki kepekaan ekologis dan mampu menciptakan dan mewujudkan keberlanjutan bumi yang, sehat, sejahtera dan berdaya guna sepanjang waktu.
Pelaksaanaan pendidikan etika lingkungan tentu harus didukung penuh oleh suatu pemerintahan di suatu Negara. Tentang bagaimana system yang ada tidak menjadi pemicu hambatan-hambatan dalam pelaksanaan pendidikan etika lingkungan. Kaitan dengan pengaruh di bidang ekonomi, social, politik diharapkan tidak mempersulit proses penerapan ilmu peserta didik yang merupakan output generasi yang peduli lingkungan. Dukungan perlu ditegaskan oleh lembaga terkait dalam ‘penyembuhan’ alam sehingga tidak terjadinya egoisme dari pihak-pihak tertentu yang hanya mengambil keuntungan dari alam.

BAB III
PENUTUP


3.1 Kesimpulan
            Dalam kehidupan ini manusia sepatutnya menjaga lingkungan agar tetaplestari guna tetap memilki kehidupan dan lingkungan dalam suasana yang baik dan menyenangkan. Oleh karena itu dibuat prinsip etika-etika yang harus diperbuat manusia dalam memperlakukan makhluk hidup. Prinsip-prinsip itu antara lain : bersikap hormat terhadap alam, prinsip tanggung jawab, prinsip solidaritas, prinsip kasih sayang dan kepedulian terhadap alam, prinsip no harm, serta prinsip hidup sederhana dan selaras dengan alam.
            Disamping itu, dalam menjalani kehidupannya, manusia tidak pernah lepas dari hal-hal yang berhubungan dengan tempat dimana ia tinggal dalam kehidupan sehari-hari. Bagi manusia, kebutuhan akan tempat tinggal merupakan kebutuhan dasar disamping kebutuhan pangan dan sandang. Oleh karena itu dibutuhkan pengembangan dalam permukiman. Dalam proses pengembangan permukiman tersebut dibutuhkan adanya pembangunan yang berwawasan lingkungan disamping menjadikan prinsip-prinsip dalam etika lingkungan hidup sebagai pedoman.

3.2 Saran
Guna menjamin kelangsungan hidup kita dan generasi mendatang diharapkan agar tetap memiliki kehidupan dan lingkungan dalam suasana yang baik dan menyenangkan, banyak hal yang dilakukan untuk menjamin kelangsungan hidup alam semesta, setidaknya kita harus merubah sikap dalam memandang dan memperlakukan alam sebagai hal bukan sebagai sumber kekayaan yang siap dieksploitasi, kapan dan dimana saja.
 
            Selain itu, dalam pembangunan pengembangan permukiman sepatutnya tetap memperhatikan etika-etika lingkungan hidup serta penerapan pembangunanyang berwawasan lingkungan, agar keseimbangan alam tetap terjaga seiring perkembangan teknologi, pertambahan penduduk, dan pertambahan jumlah pemenuhan kebutuhan

























DAFTAR PUSTAKA


Herimanto, Winarto, 2010. Ilmu Sosial & Budaya Dasar, Jakarta: Bumi Aksara.

Soeriaatmadja, R.E. 2003. Ilmu Lingkungan, Bandung: ITB.

Tusino. 2012. Makalah Etika lingkungan dan Pemukiman. (online) http://angsanatirta.blogspot.com/2012/06/makalah-etika-lingkungan-hidup.html. diakses tanggal 27 maret 2013.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar